Identitas: Senjata Abadi di Medan Perang Pemilu
Meski sering dikritik sebagai pemicu polarisasi, politik identitas tetap menjadi kartu As yang ampuh dalam setiap kontestasi pemilu. Ia bukan sekadar strategi, melainkan refleksi mendalam mengapa manusia memilih, dan mengapa para politisi tak pernah ragu menggunakannya.
Mengapa Identitas Begitu Kuat?
-
Naluri Afiliasi Manusia: Manusia secara naluriah mencari rasa memiliki dan kebersamaan. Kelompok identitas (suku, agama, ras, gender, ideologi) menawarkan fondasi kokoh untuk ini. Lebih mudah bagi seseorang untuk merasa terwakili oleh "salah satu dari kita" daripada menganalisis platform kebijakan yang rumit.
-
Kekuatan Emosi: Politik identitas menyentuh emosi primal seperti loyalitas, kebanggaan, ketakutan, atau bahkan kemarahan terhadap "yang lain." Emosi jauh lebih kuat dalam memobilisasi pemilih ketimbang argumen logis atau data statistik. Narasi "kita vs. mereka" mampu memicu semangat juang dan pengorbanan yang tak tertandingi oleh janji ekonomi semata.
-
Penyederhanaan Kompleksitas: Dalam lanskap politik yang serba cepat dan informasi berlimpah, politik identitas menawarkan jalan pintas. Alih-alih mendalami isu-isu kompleks seperti ekonomi atau kesehatan, pemilih bisa dengan mudah mengidentifikasi calon atau partai berdasarkan kesamaan identitas, atau siapa yang "melindungi" identitas mereka.
-
Amplifikasi Digital: Era media sosial memperparah fenomena ini. Algoritma menciptakan "gelembung gema" (echo chambers) yang memperkuat narasi identitas dan prasangka yang sudah ada. Informasi yang bias dan provokatif menyebar kilat, semakin mengukuhkan loyalitas pada kelompok sendiri dan menciptakan ketidakpercayaan pada kelompok lain.
Senjata Paling Efektif
Bagi politisi, politik identitas adalah cara paling efisien untuk memobilisasi massa dengan cepat. Ia mengalihkan perhatian dari rekam jejak, kapasitas, atau visi substantif, dan fokus pada siapa yang paling merepresentasikan atau paling gigih membela sebuah identitas. Janji-janji konkret seringkali kalah daya tarik dengan janji perlindungan identitas atau janji "mengembalikan kejayaan" suatu kelompok.
Singkatnya, politik identitas tetap menjadi senjata utama karena ia menyentuh inti emosi dan naluri dasar manusia untuk berafiliasi. Meskipun berisiko mengikis persatuan dan mendangkalkan demokrasi, daya tariknya yang instan dan kemampuannya memobilisasi massa membuatnya sulit disingkirkan dari arena kontestasi politik mana pun.