Kekerasan dalam rumah tangga

Rumahku, Bukan Medan Perang: Menghentikan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Rumah seharusnya menjadi tempat paling aman dan nyaman, di mana cinta dan kehangatan bersemi. Namun, bagi banyak individu, ia justru menjelma menjadi medan pertempuran: Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Fenomena ini adalah borok sosial yang sering tersembunyi, merusak jiwa dan raga tanpa memandang status, usia, atau jenis kelamin.

Lebih dari Sekadar Pukulan
KDRT bukan sekadar pukulan fisik yang meninggalkan memar. Ia memiliki banyak wajah: kekerasan fisik (pemukulan, penendangan), psikologis (pelecehan verbal, ancaman, isolasi), seksual (pemaksaan hubungan intim), dan ekonomi (pengekangan finansial, tidak diberi nafkah). Setiap bentuknya sama-sama merampas martabat dan kebebasan korban.

Luka yang Tak Terlihat
Dampak KDRT sangat mendalam. Korban seringkali mengalami luka fisik yang terlihat maupun tak terlihat, trauma psikologis berkepanjangan seperti depresi, kecemasan, hingga Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Anak-anak yang menyaksikan KDRT juga menjadi korban tidak langsung, berisiko mengalami masalah perilaku, kesulitan belajar, dan terganggunya perkembangan emosional. Siklus kekerasan bahkan bisa berlanjut ke generasi berikutnya.

Memutus Rantai Diam
Mengapa sulit dihentikan? Rasa malu, takut ancaman, ketergantungan ekonomi, dan harapan palsu seringkali membelenggu korban untuk diam. Namun, diam bukanlah solusi. Langkah pertama adalah berani bicara dan mencari bantuan. Ada banyak lembaga yang siap mendampingi, mulai dari kepolisian, PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak), hingga LSM pemerhati KDRT.

KDRT adalah masalah kita bersama. Menciptakan rumah yang aman, penuh kasih sayang, dan bebas dari kekerasan adalah tanggung jawab setiap individu dan seluruh elemen masyarakat. Mari jadikan rumah sebagai tempat di mana cinta tumbuh, bukan luka yang menganga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *